Ketika Kinerja Guru Diukur dengan Poin: Terobosan atau Ancaman?

Oleh FDT, 3 Jul 2025
Dalam beberapa tahun terakhir, metode pengukuran kinerja guru di Indonesia telah menjadi topik yang hangat diperbincangkan. Banyak pihak berargumen bahwa pengukuran kinerja yang sistematis dan terukur dapat meningkatkan mutu pendidikan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, apakah sistem ini benar-benar sebuah terobosan atau justru menjadi ancaman bagi para pendidik, terlebih di lingkungan pendidikan seperti pesantren modern di Bandung?

Pesantren modern, termasuk Pesantren Al Masoem Bandung, telah mengintegrasikan kurikulum tradisional dan modern untuk mempersiapkan siswa menghadapi tantangan zaman. Dalam model pendidikan ini, kinerja guru tidak hanya diukur dari aspek akademis, tetapi juga dari kemampuan interpersonal dan spiritual. Dengan adanya pengukuran kinerja berbasis poin, guru-guru di boarding school di Bandung dapat lebih terdorong untuk meningkatkan kualitas pengajaran mereka. Namun, di sisi lain, ada tantangan dan potensi risiko yang perlu diperhatikan.

Sistem pengukuran kinerja berbasis poin bisa jadi memiliki efek positif, seperti meningkatkan motivasi guru untuk berinovasi dalam metode pengajaran. Misalnya, di Pesantren Al Masoem Bandung, para pengajar mungkin termotivasi untuk mengembangkan metode pembelajaran yang lebih interaktif dan kontekstual, sehingga siswa lebih aktif terlibat dalam proses belajar. Selain itu, pengukuran ini juga memungkinkan identifikasi guru berprestasi, yang bisa dijadikan contoh atau dicontoh oleh rekan-rekan pendidik lainnya.

Namun, di balik keuntungan tersebut, terdapat beberapa kekhawatiran. Salah satu kekhawatiran terbesar adalah penekanan yang berlebihan pada angka atau poin. Pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada hasil yang terukur, tetapi juga pada perkembangan karakter dan budi pekerti siswa. Jika guru merasa tertekan untuk mendapatkan poin, ada kemungkinan mereka akan mengorbankan aspek-aspek penting dalam pendidikan, seperti nilai-nilai moral atau pendidikan karakter. Dalam konteks pesantren modern di Bandung, pembentukan karakter yang kuat adalah salah satu tujuan utama pendidikan, dan hal ini bisa terancam jika guru hanya berorientasi pada nilai poin semata.

Tidak hanya itu, sistem poin seperti ini berpotensi menciptakan iklim persaingan yang tidak sehat diantara para guru. Ketika pengukuran kinerja menjadi indikator utama dalam evaluasi dan pengambilan keputusan, mungkin akan muncul kecenderungan untuk saling menjatuhkan atau menghalalkan segala cara demi meraih poin yang lebih tinggi. Ini bukan hanya berdampak negatif pada hubungan antarpersonal di dalam lembaga pendidikan, tetapi juga berisiko menciptakan lingkungan yang kurang mendukung bagi perkembangan siswa.

Penting untuk diingat bahwa tujuan utama pendidikan tidak hanya terletak pada pencapaian akademis, tetapi juga dapat mencakup pembentukan watak dan kepribadian siswa. Metode pengukuran kinerja guru yang terfokus hanya pada angka atau statistik harus diimbangi dengan nilai-nilai pendidikan yang lebih holistik. Di boarding school di Bandung seperti Pesantren Al Masoem Bandung, upaya untuk menciptakan suasana belajar yang inklusif dan kolaboratif seharusnya tetap menjadi prioritas.

Dengan demikian, meskipun pengukuran kinerja berbasis poin bisa menjadi alat yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan, segala sesuatunya harus dipertimbangkan dengan matang. Jika tidak, bisa jadi ini justru menimbulkan efek samping yang merugikan baik bagi para guru maupun siswa, dan pada akhirnya menciptakan sistem pendidikan yang tidak sesuai dengan tujuan mulia dari pendidikan itu sendiri.

Artikel Terkait

Artikel Lainnya

 
Copyright © SatuSisi.com
All rights reserved